Cadiak adalah sebuah kata dalam bahasa Minang.
Padanannya dalam bahasa Indonesia adalah Cerdik. Adalah obsesi dan harapan Papa Mama ku agar anak-anaknya menjadi orang-orang yang cerdik.
Cadiak tidak sama dengan pandai, dan juga sangat berbeda dengan curang.
Di ranah minang, seorang yang cadiak digambarkan dengan pepatah yang berbunyi:
"takuruang nak di lua, tahimpik nak di ateh"
yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih berbunyi:
"terkurung inginnya di luar, terhimpit (tindih) inginnya di atas"
"Aneh" atau "ada-ada saja", mungkin itu komentar pembaca tentang penggambaran tersebut.
Mana ada terkurung di luar, yang mestinya didalam.
Tapi memang demikianlah penggambaran orang cadiak.
Karena kalau "terkurung didalam atau tertimpa dibawah" itu biasa. Sedangkan kalau mampu menjadi "terkurung inginnya di luar, terhimpit (tindih) inginnya di atas" tentunya baru luar biasa. Dan memang demikian adanya orang cadiak adalah orang yang "luar biasa"
Tentunya pepatah tadi tidak boleh diterjemahkan secara demikian, karena setiap kata dalam pepatah memiliki makna pengeskriman atau penghalusan.
Dalam persoalan "cadiak" kata-kata dalam peepatah tersebut bermakna pengeksriman.
"terkurung inginnya di luar"
Seorang cadiak tidak mungkin dikurung, karena walaupun mungkin secara fisik terkurung tapi kenyataannya pagar/diding yang mengurungnya tidaklah berarti apa-apa, dia masih dapat melakukan kesahariannya seperti orang bebas. Tentunya dalam hal ini tidak sama dengan napi konglomerat yang dibui di LP namun tetap bisa mondar-mandir ke Jakarta dan melakukan berbagai macam aktivitas, napi bukanlah orang cadiak tapi orang curang yang berkolaborasi dengan sipir bermoral rendah.
Padanannya dalam bahasa Indonesia adalah Cerdik. Adalah obsesi dan harapan Papa Mama ku agar anak-anaknya menjadi orang-orang yang cerdik.
Cadiak tidak sama dengan pandai, dan juga sangat berbeda dengan curang.
Di ranah minang, seorang yang cadiak digambarkan dengan pepatah yang berbunyi:
"takuruang nak di lua, tahimpik nak di ateh"
yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih berbunyi:
"terkurung inginnya di luar, terhimpit (tindih) inginnya di atas"
"Aneh" atau "ada-ada saja", mungkin itu komentar pembaca tentang penggambaran tersebut.
Mana ada terkurung di luar, yang mestinya didalam.
Tapi memang demikianlah penggambaran orang cadiak.
Karena kalau "terkurung didalam atau tertimpa dibawah" itu biasa. Sedangkan kalau mampu menjadi "terkurung inginnya di luar, terhimpit (tindih) inginnya di atas" tentunya baru luar biasa. Dan memang demikian adanya orang cadiak adalah orang yang "luar biasa"
Tentunya pepatah tadi tidak boleh diterjemahkan secara demikian, karena setiap kata dalam pepatah memiliki makna pengeskriman atau penghalusan.
Dalam persoalan "cadiak" kata-kata dalam peepatah tersebut bermakna pengeksriman.
"terkurung inginnya di luar"
Seorang cadiak tidak mungkin dikurung, karena walaupun mungkin secara fisik terkurung tapi kenyataannya pagar/diding yang mengurungnya tidaklah berarti apa-apa, dia masih dapat melakukan kesahariannya seperti orang bebas. Tentunya dalam hal ini tidak sama dengan napi konglomerat yang dibui di LP namun tetap bisa mondar-mandir ke Jakarta dan melakukan berbagai macam aktivitas, napi bukanlah orang cadiak tapi orang curang yang berkolaborasi dengan sipir bermoral rendah.
Jakarta, 24 April 2008
C F
No comments:
Post a Comment